Postingan

Enam Bait Untuk Mama

Gambar
  Tepatnya pada malam kudus Ari-arimu terputus Dari keluarga besar yang sederhana Terlahir sebagai anak perempuan pertama Belum sempat rasakan bangku kuliah Di usia belia dipinang Bapak Apakah itu membuatmu menyerah? Tentu saja tidak Sebaliknya,  Wanita bermental baja Yang sabarnya seluas samudra Berpendirian kuat berpegang pada agama Dengan hati selembut sutra Walau sedikit keras kepala Engkau tumbuh dengan indahnya Terima kasih, Mama Telah menjadi guru pertama kami Telah memberi cinta tiada henti Telah mengirimkan doa yang mengiringi jalan kami Telah menjadi panutan bagi anak-anakmu ini Telah menjadi perisai yang melindungi kami Dikalahkan oleh usia Tubuhmu mulai melemah Belum lagi darah rendah Kendati fisikmu mudah lelah Engkau menolak untuk menyerah Semata-mata untuk anakmu di rumah Usia enam puluh tiga Engkau memasuki usia senja Kalau aku boleh meminta Mama nikmati masa tua saja Menemani Bapak yang sudah renta Tidak usah banyak bekerja “Tolong didengarkan ya, Ma?” Sincerely, Gadis

Untuk Pelita Yang Tak Pernah Padam

Gambar
Harus pandai memasak Harus lembut dalam berwatak Harus handal menjaga anak Harus telaten merawat diri Harus terbatas dalam bermimpi Harus mengingat kalau nanti akan menjadi seorang istri Begitu banyak kewajiban yang melekat dalam diri wanita Dianggap sebagai objek semata Ditempatkan sebagai makhluk kelas dua Diberi ruang kecil untuk bersuara Dipangkas haknya dalam bekerja Untukmu wanita yang sedang membaca tulisan ini, Peran apapun yang sedang dikemudi  Masalah apapun yang sedang dialami Seberat apapun beban yang menghampiri Sebanyak apapun tuntutan yang datang silih berganti Jadilah wanita kuat Jadilah wanita yang berpandangan luas Jadilah wanita yang berdikari di dunia yang buas Jadilah wanita yang pantang menyerah Jadilah wanita yang tumbuh dengan banyak buah Seperti pesan R.A. Kartini, “Tak ada awan di langit yang kekal untuk selamanya. Tidak mungkin hari akan selalu cerah. Setelah malam yang gelap, pagi hadir membawa keindahan. Begitu juga kehidupan manusia, sama dengan alam. Bany

Yang Sedang Melayang Di Kepala

Gambar
Benteng Otanaha, Gorontalo. Semakin lama saya membaca, semakin saya sadar bahwa ternyata saya tidak tahu apa-apa. Semakin banyak saya mengenal manusia, semakin saya sadar bahwa begitu banyak perbedaan yang nyata adanya. Semakin dalam saya melihat sekitar, semakin saya tahu bahwa banyak hal yang seharusnya disyukuri tanpa harus berputar-putar. Semakin luas saya mencari, semakin saya sadar bahwa tidak satu nyawapun bisa dijadikan rumah kecuali diri sendiri. Semakin saya mengintip yang terjadi di luar sana, semakin saya sadar bahwa dunia sedang tidak baik-baik saja. Semakin saya berusaha membandingkan kualitas diri dengan orang lain, semakin saya sadar bahwa yang harusnya menjadi perbandingan adalah diri saya dahulu dan diri saya saat ini. Semakin jauh saya mengejar dunia, semakin saya menyadari bahwa takkan ada ujung bila tidak mendapat ridho-Nya. Semakin panjang tulisan ini, semakin banyak kekhawatiran yang akan muncul dalam diri. Begitu banyak yang melayang di kepala, rasanya ingin kut

Semua butuh waktu, pun dirimu.

Gambar
Kalau bisa, Aku lebih memilih bicara pada diri sendiri Mengapa dunia begitu kacau? Mengapa orang-orang begitu aneh? Mengapa jalan begitu ramai? Namun sudut kamar ini masih terasa sepi Kalau bisa, Inginku bertukar pikiran dengan setiap halaman buku pada rak itu Mengapa rasa ini tak kunjung hilang? Mengapa tak juga pulih? Sepi, hening, hampa, seperti rumah tak berpenghuni Apa dan siapa yang bisa mengisi? Setiap doa dalam sujud? atau tetes air mata yang jatuh? Hidup ini seperti lelucon Anehnya, tak ada tawa. Kalau bisa, Kau saja yang kujadikan teman bicara Ribuan tanya dibalik batunya kepala Terlalu banyak kata tak terucap Tangis tak terdengar? tak perlulah disebut Entah besok atau lusa, Udara segar bisa dihirup dengan bebasnya Kaki bisa berpijak dengan nyamannya Kuharap tak akan kau lewatkan Perbincangan pukul tiga itu, dengan mata sayup, dan omongan yang mulai ngelantur Saat ini, baiknya diam saja Teriak pun mer

Ibu, aku harus bagaimana?

Gambar
Aku ingin tidur di pangkuan Ibu Berbantalkan lengan Ibu, memeluk badan kurus Ibu, bercerita tentang hariku pada Ibu, terbangun akan kecupan Ibu. Aku ingin mengadu pada Ibu Empat tahun tidak mudah saat jauh darinya, menonton tv sendirian aku tidak bisa, wangi tubuh ibu selalu saja ada. Aku tidak ingin beranjak dua puluh dua Mereka memaksaku dewasa; pikiran yang kalut, dihantui oleh rasa takut, pura-pura dalam kesempurnaan, nyaman namun hati tak merasa aman. Aku benci menjadi tua Sedih dipendam sendiri, sembunyi dalam sunyi, ramaipun nampak tak berarti. Rasanya seperti hilang diri Sepi ini terlalu mendominasi, tempat bersandar selalu kucari, tapi kata mereka, "itu ada kursi!", kejam sekali. Mereka hanya peduli pada diri sendiri Terkadang aku iri- pada ombak yang tahu kapan akan menepi, pada pelancong yang tau kemana mereka akan pergi. Ibu, aku malu. maukah kau mendengar keluh kesahku? tentang lelaki yang mengabaikanku, tentang malam

One Big Tree

Gambar
Let me tell you a story about this one big tree. This tree has been standing there since years ago. It's used to get viral on social media and many people took a pic of it, well, they might thought the tree was special because it was the only big one that grows in that not-so-green field. But now, i can tell that the tree has been ironically left out by seeing so many rubbish around. Nevertheless, the tree is still standing there, stronger, bigger and greener. What i'm trying to say is, don't let those harsh words change the way you feel about yourself, you dont need them-people-who-don't-see-your-worth to validate you. Let's say the sun as your self-love, the air as your confidence, and the rain (water) as your willingness to be a better version of your self. I'm not saying that support from your loved ones isn't necessary, it is, but people change and leave, honey, either they get bored or die. So the only support that matters the most is the

Mana tau besok akan jatuh cinta?

Gambar
Danau Perintis, Bone Bolango, Gorontalo, Indonesia. Ada yang diberi coklat Ada yang diberi jam tangan Ada pula yang diberi bunga Aku tau seperti apa rasanya Menerima hal yang tak terduga Apalagi dari dia yang tercinta Bandana pun terlihat seperti mahkota Ada yang bergandengan tangan Ada yang bersepeda sembari berpelukan Ada pula yang sepayung berdua menikmati hujan Semua kuamati dengan kesendirian Namun apakah itu membuatku kesepian? Tidak juga Bahagia tidak melulu tentang memiliki pasangan Bagaimana dengan kemandirian? Atau bersolek dengan teman? Atau sekedar jalan-jalan? Bukan maksud menutup kesempatan Hati boleh berdekatan Raga pun boleh berjalan beriringan Kalau sudah waktunya pasti akan berpapasan di ujung jalan Tidak perlu tergesa-gesa Semua akan ada waktunya Di ujung setapak ada yang bertegur sapa Di kolom obrolan ada yang bertukar pesan suara Lalu ada yang bertanya "Kamu kapan?" Nanti saja Ma